(052)

Kauna and Rafa has no idea how they ended up in this situation. Beberapa menit yang lalu, Kairos memaksa Kauna untuk pulang bersama Rafa karena kosan mereka dekat. Selain itu, Kairos memang ingin mengusir mereka berdua karena langit sudah mulai gelap, dan Kairos tidak ingin ada orang di rumahnya. Bagi Kairos, malam hari adalah waktu ia beristirahat.

Suasananya canggung. Rafa masih malu karena insiden kamar mandi dan begitu juga Kauna. Kadang Rafa akan melirik-lirik ke arah Kauna, memikirkan bagaimana cara memulai percakapan dengan cewek itu.

Kauna juga sama, ia ingin sekali meruntuhkan dinding di antara mereka dan memulai percakapan. Namun, cewek itu terlalu malu untuk menatap Rafa.

“Lu cewek yang gue kira kuntil anak waktu itu kan ya?” Rafa akhirnya berbicara. Kauna, yang tadinya sedang menghitung berapa kali ia menghirup dan menghela nafas, kaget karena tiba-tiba Rafa bersuara.

“Hah? Oh…iya kah?”

“Ya enggak tau. Makanya gue nanya.”

“Iya kali?”

“Jadi iya apa enggak?”

“Menurut lu iya apa enggak?”

“Jangan bikin gue pusing please.”

Kauna tertawa melihat Rafa mengacak-acak rambutnya. Ia sengaja membuat cowok itu bingung agar suasananya tidak canggung-canggung banget. “Lu sepupuan ya sama Kairos?” tanya Rafa. Matanya bertemu dengan Kauna sekilas sebelum pandangannya kembali lurus ke depan.

Kauna mengangguk pelan. “Iya, gue sering ke rumah Kai gara-gara rumahnya lebih deket sama kampus gue dari pada kosan gue.”

“Oh ya? Lu orang mana aslinya?”

“Orang Jakarta kok. Sebenarnya, rumah gue juga gak jauh-jauh banget dari kampus. Lumayan sih, tapi orang tua gue maksa buat ngekos. Kayaknya mereka pengen banget ngusir anaknya.” Kauna melirik Rafa, ia memperhatikan cowok itu dari atas sampai bawah. “Kalau lu sendiri, asalnya dari mana? Sini juga kah?”

Rafa mengangguk. “Gue sama Kairos udah temenan dari SMP. Kita baru dekat waktu kelas sembilan.”

Oddly enough, menurut Kauna dan Rafa sudah merasa lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Menurut Kauna, Rafa orangnya lebih easy going dan talkative dari yang ia kira. Kedua orang itu memang pernah berbicara waktu pertama kali mereka bertemu di depan café milik Shaqa, namun percakapan mereka berakhir lebih cepat dari yang mereka kira, so they never really had the chance to get to know each other up until now.

Sisa perjalanannya mereka mendengarkan lagu-lagu yang ada di playlist Rafa sambil bersenandung. Kalau lagunya seru, biasanya Rafa menyanyikannya kencang-kencang dan Kauna akan menertawainya sambil ikut bernyanyi. Walaupun baru berbicara sebentar, mereka tidak merasa canggung seperti sebelumnya. Interestingly, they get along pretty well. Rafa yang sering berbicara dan Kauna yang responsif ketika ia bersama orang yang menyenangkan, membuat suasananya jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Before they knew it, mereka sudah sampai di depan kosannya Kauna. Cewek itu melepaskan sabuk pengamannya dan langsung keluar mobil Rafa. “Makasih ya, maaf ngerepotin um…”

“Rafa. Nama gue Rafa,” ucapnya sambil mengulurkan tangan dari dalam mobil. Kauna tersenyum, berjabat tangan dengan cowok itu. “Gue Kauna. Nice to meet you Rafa, sekali lagi thanks for the ride. Hati-hati ya di jalan pulang.” Cewek itu melambaikan tangannya begitu tangan mereka berpisah.

Sebelum Rafa menutup jendela mobilnya, ia menekan klakson sebanyak tiga kali sebelum ia akhirnya pergi. Ia tertawa saat melihat ke arah spionnya, ia bisa melihat sosok Kauna yang malu karena perbuatannya dan buru-buru masuk ke dalam kosannya.

Kedua orang itu berpisah dengan berpikir bahwa ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka, bahwa mereka hanya kebetulan berpapasan lagi hari ini.

Malam ini adalah pertama kalinya mereka benar-benar mengobrol. Mungkin saja, ini bisa menjadi pertemuan pertama dari pertemuan lainnya yang akan datang.

They don’t know that though, at least not yet.