11.

Udah dua kali gue sama Reyvan tabrakan ngomongnya. Gue malu banget karena udah dua kali gue sama dia ngomong “eh” barengan.

Tiba-tiba, Reyvan ketawa. Gue yang melihat dia tertawa ikutan ketawa. Lucu juga sih, udah tiga kali ketemu dan waktu pengen ngomong malah tabrakan mulu.

“Sorry, sorry. Kayaknya kita tabrakan mulu. Nama lo Renee kan?” katanya sambil menyelipkan sebungkus rokok ke dalam saku celananya. “Gue tau soalnya lu temennya Regita, by the way. Just to clarify so I don’t seem creepy or anything.”

“Nggak creepy kok,” balas gue. “Lo Reyvan kan? Kalo ini, gue tau bukan karena temen gue, tapi karena gue lihat dari name tag lo waktu itu.”

“Dan lo masih inget sama gue?”

“Iya lah.” Gue menendang-nendang batu kerikil di depan gue. “Soalnya, setiap kita papasan, pasti ada aja kejadian buruk. Kayak waktu itu, Pop Ice lo jatoh terus kena seragam gue. Habis itu, lo dihukum karena telat dan gue bintitan. Sekarang — gue nggak tau sih buat lo ini buruk atau enggak — kita berdua di acara ulang tahun orang tapi malah di luar.”

Reyvan mengangguk setuju. “Lumayan buruk, tapi nggak buruk-buruk juga sih. Gue kenal sama yang ulang tahun soalnya. Tapi, nggak deket. Lu?”

Gue menggelengkan kepala. “Gue nggak kenal siapa yang ulang tahun. Gue ke sini cuman karena mama gue maksa nemenin dia.”

“Eh serius?” matanya membulat tidak percaya. “Gue juga dipaksa nemenin mama gue anjir.”

Huh…

Menurut gue, ini konyol tapi keren juga. Reyvan tampaknya juga kaget karena kesamaan ini, karena matanya masih membulat. Mata kita bertemu lagi, tapi kali ini kita sama-sama tersenyum. Mungkin, selama ini, gue memang penasaran dan pengen ngobrol sama cowok ini. Karena waktu kita ngobrol tadi, rasanya menyenangkan banget. Padahal, cuma bentar doang, dan percakapannya nggak spesial-spesial banget.

Tiba-tiba, handphone gue berdering, menunjukkan nama ‘Mama’ di layar. “Halo?”

Kamu masih di luar? Cepet masuk, pamitan dulu.

“Hah? Oh, o-oke…”

Gue mematikan panggilan itu lalu menengok ke Reyvan yang masih jongkok. “Van, gue duluan ya. See you at school.”

Dia hanya memberi anggukan kepala sebagai respon, lalu melambaikan tangannya sebelum gue berlari ke dalam.