123.

Seven’s POV

Sesuai saran Cahya, gue pergi ke UKS buat jenguk kak Prima. Padahal, dia nggak ada ngechat gue kalo dia sakit atau gimana-gimana, gue juga sedikit khawatir sih. Oh iya, gue bilang ke temen-temen gue kalo gue mau ke toilet, jadi nggak bisa lama-lama.

“Permisi…” bisik gue saat membuka pintu UKS. Nggak ada suster atau staff lain di sini, kayaknya mereka ke kantin juga, soalnya emang lagi jam istirahat.

Mata gue tertuju kepada satu gorden yang tertutup, hanya gorden itu yang tertutup. I assume it’s kak Prima, karena emang nggak ada siapa-siapa lagi di sini.

Gue geserin gordennya pelan, agar kak Prima nggak kebangun. Dan ya, kayaknya dia nggak kebangun juga kalo gue bukanya terang-terangan, soalnya gue inget dia pernah bilang kalo dia emang heavy sleeper.

Kak Prima membelakangi gue, matanya tertutup rapat dan badannya diselimuti oleh selimut Hello Kitty milik sekolah. Aneh, mungkin gue emang aneh karena liatin orang tidur, tapi kak Prima keliatan peaceful banget waktu tidur.

Beda sama dirinya kalo bangun, ngoceh mulu, nggak ada henti. Tapi emang lucu sih dengerin kak Prima ngomong, dia nggak mau diem soalnya, lucu.

“Kak,” panggil gue pelan. “Kakak ngapain coba sampe masuk angin?”

Kak Prima berubah posisi menghadap gue, hanya beberapa detik sebelum kembali lagi ke posisi awalnya. Napas gue tertahan sejenak, gue kira dia bangun, gue udah takut dikira creep duluan.

Gue menarik kursi, kemudian duduk di sebelah kasur kak Prima. Gue udah bilang ini kayaknya, tapi gue merasa seperti orang aneh, ngeliatin cewek yang gue suka tidur.

Kak Prima cantik, cantik banget malahan. Gue kadang mikir, dia sadar nggak ya, betapa cantiknya dia? Walaupun gue udah sering liat dia di mana-mana, gue nggak pernah bosen liat mukanya. Everyday, she gets even prettier and prettier. Bukan cuma mukanya yang cantik, senyumannya juga cantik, tawanya juga cantik, suaranya juga cantik, jemarinya juga cantik — semua tentang kak Prima itu cantik.

Begitupun wajahnya saat tertidur, cantik.

Nggak jarang napas gue tertahan waktu liat kak Prima, walaupun nggak keliatan, gue gugup kalo ada kak Prima di deket gue. Oh, gue jadi inget, sama waktu gue nganter kak Prima pulang untuk pertama kalinya. Menurut gue, gue bukan orang yang suka memulai skinship, tapi waktu itu, ada dorongan di diri gue buat megang tangan kak Prima. Dan gue nggak pernah menyesal akan hal itu, justru gue berterima kasih kepada dorongan itu, karena gue bisa merasakan kembang api di perut gue untuk kedua kalinya.

Yang pertama? Waktu kak Prima suapin gue.

“Kak,” panggil gue lagi, masih dalam sebuah bisikan. Kali ini, gue mendekatkan tubuh gue ke perempuan itu, nggak terlalu deket.

Dorongan itu datang lagi, dorongan untuk melakukan hal yang entah akan gue sesali atau tidak, tapi gue rasa kali ini gue nggak akan menyesalinya.

“Gue suka sama kakak.”


Prima’s POV

Pintu UKS akhirnya tertutup.

Gue buru-buru bangun dari posisi gue yang tadinya berbaring sambil nutupin mulut gue.

Gue nggak salah denger kan? Seven? Seven suka sama…gue?

Pikiran gue kacau, karena baru saja kemarin gue menangisi nasib percintaan gue yang sial. Tapi sekarang, secara tiba-tiba, Seven dateng ke UKS dan bilang dia suka sama gue.

Bukan hanya pikiran gue aja, tapi hati gue juga kacau. Sejujurnya, gue denger suara kursi yang ditarik sama Seven tadi, makanya gue kebangun. Tapi gue nggak pernah mengira dia bakal…gue nggak pernah ngira dia suka sama gue beneran.

Terlalu lama menganggap semuanya candaan, giliran yang serius datang, jadi bingung harus gimana.

Gue yakin pipi gue merah banget sekarang, bukan karena masuk angin, tapi karena kejujuran Seven tadi. “Ahhhhh ini realita kan?” gumam gue kemudian mencupit kedua pipi gue, masih nggak percaya kalo ini nyata.

Lama-lama, sebuah senyuman mengembang, gue udah nggak bisa nahan lagi. Gue akui, gue seneng banget, rasanya kayak gue diangkat ke langit yang ke 7 dan nggak turun-turun. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ada orang yang suka sama gue.

Bukan itu aja, orang itu ternyata orang yang gue sukai juga.

Maybe, my life isn’t as bad as I thought.