128.
Malam ini gue berencana buat nembak Fayre, entah bakal sukses apa enggak, yang penting gue udah berusaha.
Sekarang gue lagi duduk di ruang tamu rumah Fayre, sambil hadap-hadapan sama abangnya. I know him, kak Rangga, temennya kakak gue juga.
“MPK ya lo?”
“Iya kak,” jawab gue sedikit gugup. Biasanya yang gue lihat di film-film tuh kakak cowoknya pasti protective sama adek ceweknya, gue takut salah ngomong terus nanti nggak jadi dibolehin jalan bareng.
“Lo jurusan apa? IPS ya?”
“Iya kak, IPS.”
“Ekskul apaan?”
“Fotografi kak.”
“Oh, jago foto-foto ya lu?”
“Um, nggak juga sih kak. Hehe.” Buset nih orang nanya-nanya mulu, pertanyaannya masih banyak nggak sih?
“Kalo misalnya gue minta lu fotoin gue buat post instagram gue mau nggak?”
Ya ampun.
“Boleh aja sih kak, emangnya mau kayak gimana?”
Wajahnya yang tadi datar langsung berubah jadi lebih ramah dalam sekejap. “Gue mau kayak photoshoot gitu dong, terus kayak di cafe. Mayan juga nggak sih, gue kan ganteng gini.”
Pede bener.
“Dih pede banget lo?” Fayre tiba-tiba muncul terus menjitak kepala abangnya. “Heh! Gue lebih tua dari pada lo!” Seru kak Rangga, tapi Fayre cuma memutarkan bola matanya.
Ketika mata gue dan Fayre bertemu, gue langsung senyumin dia. Gue nggak tau, ini kayak otomatis aja gitu. Untungnya dia senyumin gue balik, “Berangkat yuk.”
Gue mengangguk kemudian bangkit dari sofa, “Mau nitip nggak kak?” Gue tanya kak Rangga.
“Eh?”
“Hah?”
“Hah…Kenapa…?”
“Mau dong, nitip kwetiau.” Kak Rangga tersenyum lebar ke arah gue, “Nanti duitnya gue ganti kalo lo anterin Fayre dengan selamat.”
“Itu pasti lah, kak.”
“Ya udah, sono sono. Jangan kemaleman yak, besok masih sekolah.”
“Bawel!” Seru Fayre sebelum kita berjalan menuju motor gue yang gue parkir di depan rumahnya.
“Ini di mana?” Tanya Fayre. Kita baru aja sampai di tempat tujuan, bukan di mall dan juga bukan di ruko. It’s only natural for her to be concerned. “Ini tempat menyendiri gue dulu, sebenarnya di belakang ini tuh rumah gue.”
“Lohhh? Terus kenapa nggak ke rumah lo aja?”
“I want to show you my old hideout, emangnya lu nggak mau liat?”
“Ya…mau sih…” jawabnya ragu-ragu, mungkin karena tempatnya gelap. But that’s because gue emang belum nyalain lampunya.
“If you feel uncomfortable, I’ll keep a safe 15 centimeters distance away from you.”
Dia natap gue. “Dari pada itu mending gini aja,” Fayre mengulurkan tangannya, “Mau?”
Mau lah gila, pake nanya.
“Boleh.” I intertwined my fingers with hers, a soft smile bloomed on both of our faces. See, this is the best feeling ever. The girl of your dreams holding hands with you while wearing a million dollar smile. No, kayaknya a million aja nggak cukup. Priceless lebih tepatnya.
“Ini dulu rumahnya nenek gue sebelum dia pindah ke bandung, rumahnya kecil kan? Dia tinggal seorang diri. Karena udah tua, akhirnya dia pindah ke rumah tante gue.” Gue mulai bercerita, I can see Fayre listening attentively to me.
“Dulu gue selalu ngevape di sini, sampai akhirnya kakak gue yang cewek ngegep gue. Dia langsung sita vape gue terus ngancem segala macem deh. Jujur, gue lebih takut sama kakak gue dari pada orang tua gue. Dia galak banget, serius. Mungkin juga karena orang tua gue terlalu sabar sama gue.”
“Lucu juga, pasti kakak lo cantik.”
“Tiba-tiba banget?”
She giggled, her eyes never leaving mine. “Kan adeknya aja ganteng, apa lagi kakaknya.”
God I am not one of your strongest soilders.
Gue menyentil jidat gadis itu, “Mulut lu banyak ngomong.” Fayre cuma ketawa-ketawa sendiri, aneh.
“Kita makan apaan emang di sini?” Dia akhirnya menanyakan pertanyaan yang gue tunggu-tunggu. “Kita delivery aja, siniin handphone lu.”
“Jadi ini makan di luar yang lu maksud- tunggu, kok handphone gue?”
“Handphone gue mati tadi, pinjem ya Fay?”
She looked at me suspiciously, “Ya udah, gue mau nasi goreng kambing aja ya.” Ucapnya terus dia ngasih handphone-nya ke gue.
Fayre’s POV
Udah sekitar 15 menit lebih Erloy megang handphone gue, katanya dia masih milih-milih makanan. Sumpah lama banget, gue udah keburu bosen duluan.
“Lama banget ngapain sih?” Tanya gue heran, Erloy lagi-lagi cuma menggelengkan kepalanya. “Bentar, gue udah tau kayaknya mau apa.”
“CEPETAN DONG GUE LAPER TAU!”
“Iya iya sorryyy.” Akhirnya dia kembaliin handphone gue, “Coba lu buka widget lo di homescreen slide ke tiga.”
“Hah?”