24.

Selama 20 menit mereka berduaan di kamar Orlen, yang terdengar hanya suara perempuan itu yang sibuk mengetik-ngetik di handphone-nya dan Aubrey yang bergumam nggak jelas.

Aubrey mengangkat kepalanya, matanya tertuju kepada perempuan yang duduk di samping pintu itu. Wajahnya nggak terlalu kelihatan karena dia pake topi, tapi hidungnya yang mancung itu kelihatan banget.

“Woi, lu yang duduk di lantai.” Panggil Aubrey tiba-tiba, mengejutkan perempuan itu. “Hah?”

“Kalo misalnya lu diputusin sama orang pas lagi sayang-sayangnya, dengan alasan kalo dia nggak bisa nerima lo, tapi tiba-tiba dia malah balikan sama mantannya. Lu bakal gimana?” Tanya lelaki itu, matanya udah layu dan gerak-geriknya lemes.

“Hah?”

“Hah heh hoh,” Aubrey bangkit untuk duduk di kasur, “Kalo misalnya lu diputusin sama pacar lo karena—”

“Iya, iya, I heard you.” Perempuan itu memutarkan bola matanya, ia diam sebentar kemudian menengok ke arah Aubrey. Topinya masih dia pake sehingga wajahnya nggak begitu kelihatan. “Kalo kata gue, pasti orang-orang yang digituin kecewa banget. Tapi kalo dipikir lagi, perasaan nggak ada yang tau kapan datang kapan perginya.”

“Tapi gue nggak tau juga sih, gue nggak pernah pacaran.” Jelas perempuan itu kemudian kembali membelakangi Aubrey.

“So you think people can just come and go as they please?”

“It’s inevitable, in my opinion.”

There was silence in the room. Aubrey’s eyes were basically glued to her, and she felt a little uncomfortable due to his…long staring.

“By the way,” akhirnya Aubrey bersuara.

“Apa lagi?”

“Gue mau muntah.”


Orlen langsung berlari ke kamar mandi saat mendapat telpon dari temannya. Katanya, Aubrey nggak sengaja muntahin blazernya dan sekarang mereka lagi di kamar mandi. Perempuan itu menemani (dan membantu) Aubrey muntah dengan blazernya yang ia taro dekat wastafel.

“Oh my god, what happened?” Orlen langsung menghampiri mereka berdua, “Blazer lo apa kabar?”

Perempuan itu mendecak kesal, “Ya bau lah! Gimana lagi? Duh, ini blazernya mahal anjir.”

Lelaki itu menghela napas, ia menengok kepada Aubrey yang baru selesai muntah. “Lo nih bener-bener memalukan Brey, gue nggak tau harus bilang apa ke lo nanti waktu lo udah sadar diri.”

And right after Orlen finished his sentence, Aubrey passed out on the bathroom floor.