44.
Pintu kelas 12 MIPA 4 terbuka lebar, Prima langsung disambut oleh lehernya Seven. Perempuan itu kemudian menghadap ke atas, agar matanya bertemu mata adik kelasnya itu.
“Hai!” sapa Prima dengan senyuman yang lebar. Satu hal yang Seven sadari setiap melihat Prima di sekolah itu perempuan ini selalu tersenyum. Mungkin karena itu, orang-orang disekitarnya ikut tersenyum.
Termasuk Seven yang senyumin dia balik.
“Halo kak, ini kuenya,” lelaki itu menyodorkan sebuah kotak stereoform yang berisi kue lunchbox. Matanya berbinar, “Ehhhh ini lo buat sendiri? Sumpah? Sampe dekorasi juga? Padahal kalo polos biasa nggak apa-apa loh, ini cantik banget Sev…”
Seven merasakan telinganya mulai hangat, malu mendengar pujian dari perempuan itu. “Nggak apa-apa, gue paling suka bagian dekorasinya malah,” ucapnya malu-malu.
Prima mengangguk, “Ini rasa apa by the way Sev?”
“Cokelat– eh, kakak…kakak nggak alergi cokelat kan?”
“Nggak kok, gue bisa makan cokelat,” jawabnya kemudian menyicipi kuenya. Seven gugup. ‘Gimana ya kalo dia nggak suka? Gimana kalo nggak sesuai ekspektasi dia? Tadi gue nggak ketuker gula sama garam kan?’ kira-kira begitu isi pikirannya sekarang.
Matanya melebar, kemudian Prima mengacungkan jempol ke Seven. “ENAK BANGEEETTTTT! Sev, lo jago banget serius. Nggak heran sih dari son of a baker,” katanya dengan girang.
Seven menghela napas lega, “Gue udah takut nggak sengaja ketuker garam sama gulanya.”
“HAHAHAHA NGGAK MUNGKIN LAH LU KAYAK GITU, tapi serius ini enak banget.” Prima kemudian menyodorkan garpunya ke arah dia, “cobain juga dong, buka mulutnya.”
‘Ini gue…disuapin?’
Telinga Seven memerah, ia bisa merasakan seluruh wajahnya jadi panas banget. Lelaki itu membeku di tempat, dia belum pernah disuapin orang lain selain mamanya sendiri. Apa lagi, orang ini Prima, dia jadi makin malu.
“Ya udah kalo nggak mau–“
Sebelum ia menurunkan tangannya, Seven buru-buru menarik tangan Prima mendekat ke wajahnya, lalu melahap kue itu.
….
Sunyi.
Tidak ada suara apa-apa. Seven hanya bisa mendengarkan suara detak jantungnya yang daritadi nggak mau diem, kali ini dia yakin mukanya lebih merah dari tomat, karena malu banget.
Lelaki itu memberanikan diri dengan perlahan-lahan melirik wajah Prima. Tapi, bukannya lega, dia malah makin malu karena matanya langsung bertemu dengan mata perempuan itu.
‘MALU SERIUS GUE MALU BANGET’
“Gue balik duluan ya kak, keburu bel,” katanya buru-buru kemudian kabur menuju kelasnya. Prima, yang masih kaget karena tingkah laku Seven tadi, mulai merasakan wajahnya panas setelah menyadari apa yang telah terjadi.
“T-tadi deket banget…”