46.

Jora’s POV

Sesuai permintaan Asa, gue izin ke guru buat ke toilet. Padahal, gue ke gerbang belakang sekolah. Gue bukan tipe murid yang suka cabut kelas atau kegiatan sekolah, karena gue tau itu akan mempengaruhi kehidupan gue ke depannya, tapi kali ini gue penasaran sama apa yang Asa mau lakuin.

Asa — cowok yang baru-baru ini gue kenal. Asa ini gue kira awalnya orang lewat aja, karena gue kira pertemuan pertama dan terakhir kita itu di ruang guru waktu itu. Tapi, semakin kenal sama Asa, gue semakin paham kenapa usernamenya twitter anak ini adalah Oddwin.

Odd, aneh, just like Asa.

Waktu gue udah sampe di belakang gerbang sekolah, gue lihat ada mobil HRV hitam di sana. Sama persis seperti mobil yang waktu itu Asa pake buat anterin gue pulang. Dan, benar aja, waktu jendelanya turun, ada Asa dengan senyuman girangnya menghadap ke gue.

“Lo beneran dateng ternyata,” kata cowok itu. Gue mengedikkan bahu. “Ya, gue juga penasaran dikit lo mau ngapain. Ini…lo beneran mau cabut kelas?”

Dia mengangguk. “Beneran. Nggak lama-lama banget sih, cuma sampe mapel BK kelar. Come on, get in.”

Mata gue membulat kaget. “Lo gila ya?! Ini masih jam sekolah, bodoh!” omel gue yang kemudian hanya dibalas dengan tawa oleh Asa. “Ya elah, santai aja kali. Nggak bakal ketahuan, percaya sama gue. Ayo masuk, Kejora. You don’t get to experience something like this often. Just ditch class once with me, just once and never again.”

Gue menggigit bibir ragu. Gue belum pernah cabut atau bolos sekolah sama sekali di hidup gue. Karena, ya, kalo gue bolos juga gue mau ngapain, kan? Nggak ada kerjaan juga di rumah. Dan ini baru pertama kalinya ada yang ngajak gue cabut kelas terang-terangan kayak gini. Bahkan, Gerald dan Hiromi pun yang udah temenan sama gue dari SMP nggak pernah ngajak gue kayak gini.

“Nggak deh, it’s fine if you don’t wanna go. I won’t force you–”

Gue buru-buru manjat gerbang, mengangetkan Asa yang kemudian langsung membuang mukanya. Waktu gue udah masuk ke dalam mobil Asa, jantung gue berdebar. “Ini baru pertama kalinya gue cabut kelas, so don’t do anything stupid please. And don’t take me to weird places, I’ll kill you,” gue memperingatinya. Asa mengangguk cepat. “Oke, kita ke cafe abangnya si Valdin aja gimana? Gue sering ke sana kalo cabut kelas, beli kopi, terus balik lagi ke sekolah. Kadang juga gue–”

“Aduh iya, iya ssuuuut! Mending cepet lu jalan. Nanti ketahuan sama satpam mampus kita.”

And just like that, gue cabut kelas untuk pertama kalinya dengan seorang Asa — cowok yang gue kira hanyalah angin lewat di hidup gue.