esbs — i think i like when it rains
Kahitna buru-buru membuka pintu kamarnya begitu mendengar satu-dua ketuk dari luar. Hal yang pertama ia lihat adalah sosok tubuh Keenan yang tinggi sebelumnya matanya tertuju kepada wajah laki-laki itu. Dari raut wajahnya, Keenan terlihat khawatir, dan ngos-ngosan. Kayaknya dia lari naik tangganya.
“Nih, obat lu.” ucap laki-laki itu, menyondorkan sebuah kantong plastik yang berisi obat-obatan dan cemilan. Kahitna tersentuh, ia tidak pernah diperlakukan sebaik ini oleh seorang laki-laki sebelumnya (walaupun hanya sebagai teman).
“Obatnya diminum terus langsung tidur ya, lu jangan macem-macem dulu.” Keenan bersuara, menyadarkan Kahitna dari lamunannya. “Kayaknya gara-gara kemarin kita hujan-hujanan bareng, lu jadi sakit deh, Na. Maaf ya.” laki-laki itu menundukkan kepalanya, ada rasa bersalah di dalam dirinya ketika melihat wajah perempuan kecil di depannya itu yang biasanya penuh warna, menjadi pucat.
“Hah? Kok jadi lu sih?”
“Jeanette bilang kemaren, lu paling nggak suka kalo keluar kamar waktu hujan. Tapi lu iya-iya aja waktu gua ajak. Lu pasti gak enak ya, nolak gue? Maafin gua ya. Kalo gua tau, dari awal gua gak ngajak, dan lo gak bakal sakit.”
“Tunggu tunggu, kenapa lo langsung mikir giru sih? Gue gak apa-apa Keenan. Lagian, I voluntarily accepted your ajakan, jadi bukan salah lo.” tekan Kahitna, berusaha untuk menenangkan Keenan dan menyapu rasa bersalah di dalam diri laki-laki itu. “Terus juga, I had a lot of fun kemarin. Justru karena lu, mungkin aja mulai sekarang gue bisa jadi lebih suka sama hujan. Because you created a good memory for me. So instead of being sorry, I think you should be thankful that I accepted your request yesterday. I’d appreciate that more.”
Keenan masih belum mengangkat kepalanya, matanya masih melihat ke lantai, membuat Kahitna khawatir kalau laki-laki itu ternyata benar-benar merasa bersalah. Tanpa berpikir panjang, perempuan itu meraih tangan lawan bicaranya, menggoyangkannya agar ia melihat matanya. “Jangan lihat ke bawah, mata gue di sini.”
Namun, Kahitna langsung menyesali perkataannya. Karena begitu kedua netra Keenan bertemu dengannya, detak jantung perempuan itu bertambah cepat dua kali lipat. Ia bisa merasakan perutnya berputar-putar hanya karena tatapan laki-laki itu. “Maaf.” hanya itu yang diucapkan Keenan, dengan suaranya yang melas.
Kahitna tidak menjawab, karena dirinya sedang sibuk mengatur nafas dan detak jantungnya. Sial, sejak kapan Keenan jadi begitu atraktif di matanya? Ia tidak paham, dan ia tidak mau memahaminya.
“Iya,” balasnya, “kayaknya panas gue naik deh.”
Tanpa aba-aba, telapak tangan laki-laki itu sudah menyentuh jidat Kahitna, mengejutkannya lagi. “Iya lagi, lu harus minum obat terus langsung tidur sekarang. Kalau butuh apa-apa, chat gua aja Na.”
Kahitna mengangguk pelan, masih shock dengan aksi skinship tadi. “Gua balik gapapa gak Na? I don’t think I should stay here for any longer, to be honest. Maaf nggak bisa nemenin. Apa lu mau gua panggil Jeanette aja buat nemenin lu?”
“Jangan.”
“Eh? Kenapa?”
“Kalau lu yang bilang, nanti nimbulin kesalahpahaman. Entar, dia pikir kita deket banget sampe lu dateng ke kosan cuman buat ngasih obat. Emangnya lu mau, dia mikir kita sedeket itu? Hahaha.”
“Tapi, kita kan emang deket?” Keenan terlihat bingung.
“Tapi nggak gini juga, Nan. Dan sebenarnya, you shouldn’t be doing this for me, if I didn’t know any better I would’ve fallen for you.” jelas Kahitna, lagi-lagi sambil tertawa, dengan harapan bahwa tawanya itu bisa menutupi kesedihan dibalik kalimatnya. Ia paham betul bahwa apa yang Keenan lakukan adalah hal yang seorang Keenan biasa lakukan untuk siapa saja. Tapi bagi Kahitna yang hatinya sudah dibuat acakadul oleh laki-laki itu, ini bukanlah hal biasa.
“What if I told you, I care more about you than Jeanette at the moment?”
Well, shit.
Hampir saja Kahitna dibawa ke atas langit. Tapi mendengar kata-kata terakhir itu, ia tersadarkan. ”At the moment” katanya. Itu saja jelas untuk Kahitna, bahwa semua ini hanya sementara. Setelah Keenan dan Jeanette memiliki status yang jelas, semua ini akan hilang begitu saja.
“Gue pusing. Lo balik aja, Nan. Makasih ya obatnya.” ucap perempuan itu, menahan rasa sakit di dadanya. Ia tidak bisa melihat wajah Keenan saat ini, karena yang ada di pikirannya hanya betapa pedihnya cinta bertepuk sebelah tangan. Ini pertama kali Kahitna menyukai seorang laki-laki segininya, terlebih lagi, laki-laki itu menyukai sahabatnya sendiri.
“Sakit juga ya.” bisiknya pada diri sendiri, sambil meremas kain bajunya di bagian dada, menahan tangisan yang akan keluar.