RAFA AND HIS LOVE LIFE
I was never meant to be the main character in a love story.
Gue udah menerima fakta bahwa gue adalah orang yang sulit untuk dicintai dan mencintai. Udah berkali-kali gue berhubungan romantis dengan orang-orang yang berbeda, tapi tetep aja gak ada yang berakhir bahagia.
Jujur, saking banyaknya kegagalan yang gue alami di soal percintaan, gue udah gak kaget kalo nanti gue mati sendirian.
I’m not trying to sound pathetic or anything. Gue gak terlalu peduli, or at least I stopped caring about it. Menurut gue, cinta itu rumit. Terlalu rumit buat gue yang sukanya hidup santai tanpa kekhawatiran. HA HA HA. Alay.
Gue tau hidup gue masih panjang (aminin plis), gue baru aja menginjak umur 21 tahun, jadi buat apa gue ngomong kayak orang menyedihkan gini? But when your heart gets broken by different girls every year, you’d understand.
I’ve had a few relationships in high school, but none of them lasted more than 3 months. Entah salahnya ada di gue atau mereka, tapi yang pasti gue selalu diputusin. Kalau ditanya gue tulus atau enggak sama orang-orang yang pacaran sama gue waktu itu, jawaban gue selalu “I tried.”
Gue berusaha untuk suka, sumpah gue kagak bohong gue beneran berusaha. Tapi ujung-ujungnya gak ada yang betah sama gue. I think I can see why, and I don’t blame them.
Erloy, salah satu sahabat gue, meniup trompet. Followed by Kairos yang melemparkan confetti. Di belakang gue ada Fayre dan Janitza bertepuk tangan.
“Happy birthday, Rafa!” seru mereka berempat, lalu memeluk gue erat. Pipi Kairos dan Erloy menempel di pipi gue, membuat gue merasa sesak dan tidak nyaman. “Aduh, udah anjing jangan erat-erat, sesek!”
“Nge-wish apaan tadi lu?” tanya Erloy, orang paling kepoan di antara kita berlima. Fayre menyenggolnya. “Jangan ditanyain lah! Nanti, kalo dia kasih tau, malah gak terkabul.” Erloy ber oh ria. Emang pada dasarnya dia dongo, biarin aja.
Kairos mengeluarkan wine yang tadi dia bawa dari rumahnya, lalu menuangkannya ke dalam gelas doraemon gue. “Gak modal banget anjir pake gelas doraemon,” komen Janitza sambil tertawa. Gue mendecak. “Ya sorry lah, adanya ini. Yang penting minum.”
Yang minum cuman gue, Erloy, sama Fayre. Kairos gak minum buat nemenin pacarnya Janitza, karena cewek itu alergi alkohol (dan juga masih di bawah umur sih). Waktu masih SMA, Janitza itu adik kelas kita, jadi dia lebih muda satu tahun dari kita.
Gue mulai kepikiran soal pertanyaan Erloy. Apa wish gue tahun ini? Jujur, permohonan gue dari umur 13 sampai umur 20 selalu sama. Karena udah bertahun-tahun sampai sekarang pun masih belum terkabul. Tapi, kali ini, gue akan ngewish hal yang berbeda.
‘I wish this year would be different from the rest. I wish I could take a break from falling in love with the wrong people. Actually, I wish I could stop falling in love for a while.’