Room 08
“Halo?” sahut Zemira. Gadis itu sudah menyalakan kamera Zoomnya, siap untuk ditanyakan dan bertanya-tanya kepada Azka.
Sedangkan laki-laki itu perutnya mulai mules. Dia gugup, karena ini adalah pertama kalinya dia berbicara dengan Zemira. Walaupun lewat Zoom, kedua tangannya berkeringat dan tenggorokannya mulai kering.
Dengan ragu, Azka ikut menyalakan kameranya dan mematikan mutenya. “Halo,” balasnya.
Pipi Azka terasa hangat saat melihat Zemira tertawa. Dia tidak tau ini karena resolusi kamera gadis itu yang bagus atau gimana, tapi dia terlihat sangat cerah dan cantik.
“Ini direkam nggak, Ra?” tanya Azka, khawatir. Dia tidak mengganti pertanyaan-pertanyaan yang dia tulis di aplikasi Notes karena menurutnya, ini adalah kesempatan untuk mengenal Zemira lebih dekat.
Zemira menggelengkan kepalanya. “Nggak kok, kata pak Dimas nggak usah. Ini mau aku dulu atau kamu dulu. Zka?”
Untuk seseorang yang lahir dan dibesarkan di Jakarta, mendengar kata aku-kamu dari orang yang seumuran sejak ia menduduki SMP, rasanya sangat aneh. Atau bahasa lainnya, bikin baper.
Tapi, Zemira memang seperti itu. Sejak pertama kali dia melihat Zemira, gadis itu sudah menggunakan aku-kamu saat berbincang dengan teman-temannya. Dia merasa bodoh karena baper saat Zemira menggunakan aku-kamu dengannya, tapi entah kenapa walaupun sudah lumayan lama dia mendengar itu, dia masih malu.
“Lu dulu aja, Ra.”
“Oke,” Zemira berdehem lalu membaca kertasnya sampai terlihat di layar, “pertanyaan pertama, kamu ulang tahunnya kapan ?”
“Ulang tahun gua tanggal 22 November.”
“Zodiak kamu— oh, berarti zodiak kamu scorpio.”
Azka mengangkat alisnya. “Itu ada di pertanyaannya?” tanya dia penasaran. Zemira tersenyum malu. “Iya hehe.”
“Lanjut,” kata Zemira. “Makanan kesukaan?”
“Ehm…rendang? Nggak tau, ganti-ganti mulu soalnya.”
“Hahahaha. What about your favorite scent?”
“Gua suka bau bunga jasmine.”
“Really?” Zemira melihatnya dengan tatapan terkejut. “I never would’ve thought.”
“Expect the unexpected, I guess.”
“Hah! Sure. Kalau kue kesukaan?”
“Kayaknya cheesecake, deh. Tapi gua suka apa aja.”
“Aku langsung semuanya aja ya? Oke, game kesukaan, teh atau kopi, terus love language kamu apa?”
Azka menahan senyumnya saat melihat Zemira menghela napas lega, dia mengucapkan itu dalam satu napas, pantas saja.
“Game kesukaan gua ML, gua lebih suka kopi dari pada teh, terus love language gua…gua nggak pernah ngambil tesnya jadi nggak tau.”
Zemira mengangguk, lalu meletakkan kertasnya lumayan kencang sehingga terdengar oleh Azka. “Oh ini ketinggalan,” dia menundukkan wajahnya untuk membaca kertasnya lagi. “Lagu kesukaan kamu apa?”
“Ehm, Bungsu by Kunto Aji?”
“Ehhh? Serius? Ada alasannya nggak?”
“Is that a part of the question?”
“No, this is pure curiosity,” jawab Zemira dengan kedua matanya yang berbinar. Azka gemas melihat ekspresi perempuan itu, rasanya ingin dia cubit. “Nggak ada specific reason sih, lagunya enak buat tidur.”
“Oh ya? menurutku enakan yang Sulung deh. Eh, kok jadi sidetracked gini. Maaf maaf, ini last question beneran.”
“Apaaaa?”
“Kamu hari ini udah sarapan belum?” Pertanyaan Zemira membuat laki-laki itu terkejut. Menurutnya, pertanyaan gadis itu sangat lucu sehingga membuatnya tertawa gemas. “Hahahahaha, pertanyaan lu kayak pertanyaan ibu-ibu. Jawabannya belum. Gua nggak suka sarapan, nggak nafsu kalau makan pagi-pagi.”
“Tapi justru sarapan itu yang paling penting, Zka. Jangan lupa sarapan.”
“Iyaa Zemira, makasih udah ingetin.”
“Ya udah,” gadis itu kembali meletakkan kertasnya. “Sekarang kamu yang nanya.”
Azka yang tadinya sudah mulai santai dengan Zemira, jadi gugup lagi saat membaca pertanyaan-pertanyaan yang ia tulis beberapa menit yang lalu. “Se…karang?”
“Iya, sekarang. Keburu breakout roomnya ditutup, ayo cepetaaan.”
Laki-laki itu meghirup napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan. “Pertanyaan pertama, MBTI lu apa?”
“Aku ISFJ.”
“Mie goreng atau mie rebus?”
“Aku lebih suka mie rebus, lebih kenyang.”
“Lebih suka yang pedas, asin, atau manis?”
“Ooh, aku suka pertanyaan ini.” Zemira mulai terlihat penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. “I like spicy food the most.”
“I see, kalau jurusan kuliah sama top tiga kampus yang diinginkan apa?”
“Apaan ini, pertanyaan kamu kenapa seru-seru. Beda banget sama punyaku,” ujar Zemira. Azka mengedikkan bahunya. “Gua emang jago bikin pertanyaan.”
Gadis itu tertawa. “Jurusan yang aku pengen itu teknik sipil, kalau kampus aku belum kepikiran yang lain selain ITB.”
“Wow, semoga keterima,” Azka mengacungkan kedua ibu jarinya sebagai tanda bahwa ia kagum. “Amiin, makasih,” jawabnya.
“Celebrity crush, favorite movie, and cita-cita kam— lu itu apa.”
‘Anjinggg gua nyaris pake aku-kamu juga’ batin Azka panik.
“Cita-cita aku…jadi orang sukses, maybe? Aku masih belum tau cita-cita aku mau jadi apa.”
“That’s fine. Take your ti— eh?”
Mereka terkejut saat melihat notifikasi bahwa room mereka akan ditutup dan mereka akan kembali ke Zoom utama. Sedangkan Azka belum menanyakan dua pertanyaan terakhir.
“Eh ini gua masih punya du—”
Mereka sudah kembali ke Zoom utama.