the first encounter
It was around early to mid December at the time, waktu itu suasana kelas rame banget lagi pada ngerjain tugas yang belom dikumpulin gara-gara bentar lagi ambil rapot semester 1. Fortunately, gue udah selesai semua tugasnya, jadi gue cuma duduk-duduk sambil main HP.
tiba-tiba aja di tengah pelajaran, pak Bambang mengetuk pintu kelas MIPA 2 dengan senyuman lebar. “Pak Rudi, ada anak kelas MIPA 6 yang telat nih. Katanya mau tampil sebagai hukumannya, boleh nggak pak?”
Pak Rudi melihat sekilas anak-anak yang telat itu, lalu tersenyum kembali. “Boleh pak, silahkan masuk.”
Kelas yang tadinya rame gara-gara nugas, sekarang diam dan memperhatikan dua murid yang telat itu.
Semua mata tertuju kepada mereka berdua. Gue cuma tau salah satu di antara dua orang itu, Aga, cowok yang pernah sekelas sama gue waktu kelas 10.
As for the guy next to him, I had no idea who he was. Walaupun udah deket-deket akhir semester 1, gue masih nggak begitu hafal anak-anak angkatan gue.
“Assalamualaikum nama saya Aga.”
“Nama saya Reyvan.”
“Hari ini kita akan menyanyikan lagu Garuda Pancasila.” Ucap Aga sebelum mereka mulai bernyanyi.
Jelek banget suara mereka, itu yang pertama muncul di otak gue. Tapi emang cowok-cowok biasanya gitu nggak sih? Kalau nyanyi, disengajain nggak bernada gitu, atau kayak dijelek-jelekin.
Seisi kelas tapi tertawa melihat mereka berdua, gue juga ikut ketawa karena Aga mukanya menghayati banget. Sedangkan cowok yang bernama Reyvan itu telinga dan lehernya mulai memerah, malu banget kayaknya.
“Aga oppa saranghae!” Sahut Zuran yang duduk di paling belakang. “Aga keren banget!” Lanjut teman sebangkunya, Niko.
Aga yang tadinya memejamkan mata langsung melotot terus tangannya kayak seolah-olah mau nonjok mereka, tapi pak Rudi duluan menurunkan tangannya Aga.
“Reyvan dari tadi ngeliatin lu tau, Yon.” Lea, sahabat gue, berbisik sambil menyenggol siku gue.
Hah? Reyvan?
Gue nengok ke cowok itu dan oh! Mata kita bertemu. Gue kira Reyvan bakal memalingkan wajahnya, tapi dia malah tetep ngeliatin gue, without breaking eye contact.
Karena mulai nggak enak, akhirnya gue break the eye contact.
“Apaan sih,” desis gue waktu Lea mulai memasang muka jailnya. “Kayaknya dia suka sama lu,” she teased.
“Ngomong sama tembok.”
“Ih serius, ngapain coba dia liatin lo kalo nggak karena naksir?”
I rolled my eyes, “Ada sesuatu kali di muka gue— lah iya, muka gue ada sesuatu nggak?”
Lea observed my face, “Um…nggak ada sih— eh…EH LO BINTITAN YONA?!”
“HAH?????”