Kairos sekarang sedang duduk di passenger seat, sampingnya ada Fayre yang lagi benerin AC mobil biar nggak terlalu dingin.
“Kalo kedinginan tutup aja AC-nya.” Kata perempuan itu sebelum menancap gas, Kairos hanya membalasnya dengan anggukan lalu kembali fokus ke handphone-nya
Kairos couldn’t believe it. Untuk pertama kalinya, dia menghabiskan malam minggu ini dengan seorang perempuan yang bukan anggota keluarganya. Walaupun dia suka Fayre nggak selama Erloy, ada sedikit rasa bahagia di dalam hatinya.
The two were quiet, they didn’t talk much. But Fayre played the playlist that Erloy made for her and Kairos noticed. “Playlist buatan Erloy nih?” Dia menaikkan alisnya, sambil membaca deskripsi dan isi lagu di playlist itu.
“Hehe, iya. Lucu nggak? Jujur gue pas tau dia bikinin playlist buat gue, gue seneng banget.” Dia tersenyum sendiri, “Gue kira dia jarang dengerin lagu.”
“Emang.”
“Hah? Gimana?”
“Erloy emang jarang dengerin lagu, tapi gue inget waktu awal-awal suka sama lo dia bakal selalu check activity spotify lo lewat akun gue, terus dengerin lagu yang sama di akun dia sendiri.”
Wajah Fayre memerah and her heart was warm, ini perasaan yang sering dia rasain kalo dia bareng Erloy. At first, she would deny about it but as time passed she finally acknowledged it. “Really?”
“Really,” Kairos melirik perempuan itu, “He really likes you.”
Kedengerannya dia kayak biasa aja, tapi ada sedikit rasa pahit di dalam Kairos saat mengucapkan kalimat itu. “Really, really likes you.”
Fayre tertawa mendengar itu, “Thanks for telling me, walaupun gue tau tapi kalo denger itu dari temennya sendiri gue jadi seneng.”
“Bucin.” Kairos ejek kemudian keluar mobilnya saat mereka sudah selesai parkir di dekat ruko perumahannya.
“Berisik.”
“Mie yaminnya dua ya bang, terus minumnya aqua aja dua.”
“Dingin neng?” Tanya penjualnya.
“Iya—”
“Yang biasa aja,” Kairos interupsi. “Nggak boleh minum dingin malem-malem, sakit lu entar.”
Fayre mendecak, tapi dia nggak bisa membantah karena Kairos bener. Besok juga ada upacara, dia nggak boleh sakit karena dia pengibar bendera.
Setelah duduk, Mereka langsung membuka handphone masing-masing. It’s only natural to do so, ya emangnya mau ngapain lagi? Biasanya sebelum ngobrol juga pasti buka handphone dulu kan?
Tapi, Kairos bakal ngelirik Fayre setiap tiga menit. For no reason really, he just does it. Sebenarnya, lelaki itu lagi nggak buka apa-apa di handphone, melainkan dia sedang memikirkan percakapannya sama Rafa tadi di chat.
Confess? Batin Kairos sambil melirik Fayre yang lagi ketawa-ketiwi nonton tiktok, Yang bener aja
But to be honest, he did consider it. Dia juga capek harus pendem perasaan ini yang asing banget buat dia, karena ini juga pertama kalinya Kairos suka sama orang. He finds it ridiculous that the person is Fayre, his best friend’s soon-to-be-girlfriend.
“Kairos.” Panggil Fayre tiba-tiba.
“H-hah?”
“Emangnya lo pacaran sama anak kelas 10?” Dia bertanya, kemudian menunjukkan layar handphone-nya ke Kairos. “Kata Miya ada dekel yang ngaku-ngaku pacaran sama lo.”
Kairos membeku, ia mengerutkan dahinya tanpa menjawab pertanyaan Fayre. This made her suspicious.
“Beneran?! Kok lo nggak bilang sih anjir.” Dia menarik kembali handphone-nya, “Tapi nggak heran sih, dia emang cantik banget. Kalo nggak salah dia juga waktu itu menang olimpiade matematika deh waktu SMP.”
“Gue belom bilang iya.”
“Ah, nggak usah malu-malu dah luuu. Kalo mau backstreet nggak apa-apa deh, gue pura-pura nggak tau aja. Eh enggak, gue bakal jaga rahasia lo berdua, jadi tenang aja.”
Kairos mulai kesal, “Gue nggak pacaran.”
“Pembohong,” Fayre menggeleng-gelengkan kepalanya, “Kasihan gue sama cewe lo, nggak diakuin.”
“Ya gue nggak suka sama dia anjing!” Suaranya meninggi, “Orang gua sukanya sama lo goblok, masa gua pacaran sama orang lain?”
“Eh…”
“Eh.”
Keceplosan
Ah, fuck it
“Iya, gue suka sama lo. Kenapa? Kaget? Ya iya sih gimana lo nggak kaget. Gue sendiri juga kaget tau nggak tiba-tiba confess gini? Nggak, gue lebih kaget karena gue bisa suka sama gebetannya sahabat gue sendiri.” He paused to breathe, ia masih menatap Fayre tanpa memalingkan pandangannya.
“Tapi Fayre, I want you to know that I’m not expecting anything in return or just anything really. I’ve considered this for a while and I’m finally telling you how I feel. Don’t worry, gue yakin ini cuma small crush. Lagi pula, ini pertama kalinya gue suka sama orang. Gue nggak jatuh cinta sama lo, kayak yang Erloy rasain ke lo atau yang lo rasain ke Erloy, ini cuma rasa suka kecil yang akan hilang kapan aja.”
“Lo kalo nggak tau mau balas apa, nggak usah balas juga nggak apa-apa. Dengan ngomong kayak gini aja udah ngangkat satu beban gue. You listening to me right now is enough, I just hope that we’ll stay friends and I’m sorry if I’m making things awkward between us.”
“I’m finally letting it out, the feelings and the things I wanted to say since the day we decided to go to Erloy’s house to check up on him. Iya, Fay, gue suka sama lo sejak kita jenguk Erloy waktu itu.”
Fayre benar-benar bisu seribu bahasa, dia masih mencoba untuk memproses apa yang telah terjadi.
“Kairos—”
“Lo suka Fayre?”
Ada Erloy tepat di samping mereka, lelaki itu menatap kedua orang di depannya dengan tatapan bingung.“And you didn’t tell me?”
Shit. batin Kairos.
“Sorry, gue pulang dulu. Fayre ini duit buat bayarin mie gue, lo bungkus aja buat keluarga lo.” Kairos buru-buru pergi dari situasi canggung tadi. His heart felt heavy, melihat ekspresi Erloy tadi menumbuhkan rasa kecewa pada diri sendiri.
Kairos berhenti berlari saat dia sadar bahwa dia nggak bawa mobilnya, dia berdiri di samping jalanan sambil menatap langit yang gelap, saking gelapnya para bintang pun tak terlihat.
“Ah, I really didn’t think this through.”
It was a horrible, horrible night for him.